Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

"/>




Sebuah teori yang paling kuat mengatakan bahwa masuknya orang-orang Hadharim (Arab asal Hadhramaut) ke Nusantara dimulai pada abad ke-12 oleh para kalangan pemuka agama dan pedagang Muslim dari Hadhramaut, sebuah wilayah di Selatan Yaman dengan karakter geografisnya yang keras; Tanah kering tandus dan bukit berbatu dikawal tebing-tebing tinggi yang langka dijamah hujan. Keadaan ini pada akhirnya membentuk karakter berpendirian keras namun memiliki rasa sosial tinggi, serta tipikal penjelajah tempat-tempat baru.

Pecahnya perang antara dua dinasti besar kala itu, Qu’aiti yang menguasai wilayah Selatan, dan Al-Katsiri di Utara juga menyebabkan goyahnya kondisi politik dan ekonomi sehingga penduduk Yaman memutuskan untuk mencari daerah yang netral atau keluar dari negara tersebut.
Terjadi dalam beberapa gelombang, puncak migrasi besar-besaran Hadharim terjadi pada tahun 1870 ketika Terusan Suez dibuka, memperbesar daya tarik ekonomi Asia Tenggara, wilayah yang kala itu belum terjamah dunia Barat.

Dalam buku berjudul Riwayat Kepulauan Hindia Timur oleh L. Van Rijck Vorsel, disebutkan bahwa orang-orang Hadharim telah tiba di Pulau Sumatra 750 tahun mendahului ekspansi Belanda. Demikian pula dengan Rowland Son, Sturrock, dan Frracis Dai, beberapa tokoh sejarawan yang menyatakan bahwa sejak abad 7 – bahkan sebelumnya – orang-orang Arab telah menelusuri Hindia Barat yang kemudian menyebar ke pelbagai penjuru Nusantara, namun sebagian besar masih mendiami wilayah Malabar.

Ambarak A. Bazher dalam bukunya Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Timor Leste, memaparkan bahwa orang-orang Hadharim telah menetap di Timor Leste jauh sebelum kedatangan orang-orang Portugis, karena penyambutan kapal kolonial pada tahun 1512 dipimpin langsung oleh seorang Hadharim bernama Abdullah bal Afif.

Selama masa kedatangan tersebut, tidak sedikit Hadharim yang menikahi warga pribumi dimana mereka tinggal, hal tersebut dikarenakan tradisi asli mereka yang tidak memperkenankan wanita untuk bepergian jauh. Di kemudian hari, Jika orang-orang Eropa menyebut pribumi dengan istilah Inlander (bangsa kuli), maka keturunan Arab menyebut pribumi dengan istilah Achwal, yang berarti saudara Ibu (paman).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate

Bottom Ad [Post Page]

"/>
| Designed by Colorlib